Bangtan’s Pleasure //9B[Passionate Fake relationship]

 

 

 

editor: mysigame

Kyunghee pov

“Jimin… tanganku berkeringat…”

Ia terus menggenggam tanganku selagi kami berada di taxi menuju rumahku.

“Biarkan aku menikmati momenku menjadi kekasihmu”

Aku hanya bisa mendesah berat tidak tahu harus berkata apa. Pagi ini kami sudah bertengkar kecil karena ia yang memaksa ikut denganku padahal sudah aku katakan jika aku hanya ingin berkunjung sebentar. Aku mengalah, percuma saja karena aku tidak akan bisa menghentikannya.

Kami keluar dari taxi tepat di depan rumahku. Hah… melihat gerbang kecilnya saja hatiku sudah terasa hangat, tempat ternyaman dan teraman.

“Aku pulang…”

Kalimat yang selama ini terasa begitu asing bagiku, berhasil aku ucapkan dan dengan cepat seseorang membuka pintu untukku.

Eomma…!”

Aku memeluk eommaku dan menangis, secara tiba-tiba aku berubah menjadi gadis manja nan cengeng.

Aigoo… anak gadisku”

Kehangatan pelukannya tak bisa dibandingkan dengan apapun membuat tangisku semakin keras sampai membuat Appa dan adik perempuanku yang masih 10 tahun ikut keluar.

“Bomiyaaaa….”

Aku memeluknya, ingin sekali menggendongnya tapi ia sudah terlalu besar untuk hal itu.

Noona!!!!!”

“Donghoyaaaaaa….”

Ia bergegas menghampiriku, memelukku sangat erat. Dibandingkan dengan Bomi, aku jauh lebih dekat dengan Dongho karena umur kami hanya berbeda 3 tahun, aku cukup dekat dengannya dan kami benar-benar tidak terpisahkan sampai akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke Seoul dan menjalani hidup yang keras.

Jimin pov

Ia menangis di dalam pelukan eommanya dan aku bisa melihat sisi Kyunghee yang berbeda. Tidak ada gadis tangguh yang selalu tegar dalam keadaan apapun, tidak ada gadis dewasa yang bisa menemukan semua jalan untuk masalahnya, tidak ada gadis tenang yang selalu bisa mengontrol emosinya.

Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku menatap kehangatan keluarganya, mereka pasti sangat merindukannya mengingat sudah cukup lama Kyunghee tidak pulang. Aku tak percaya ia menahan rindu yang sangat menyakitkan demi menyembunyikan pekerjaannya dan agar keluarganya tidak khawatir. Kyunghee… kau benar-benar gadis yang luar biasa…

Aku duduk bersila bersebelahan dengan Kyunghee di ruang keluarga mereka.

Eonni… aku seperti pernah melihat temanmu”

Adik kecilnya berbicara,

“Aku rasa kau bukan hanya teman noonanoona tidak mengajak teman namjanya ke rumah hanya berdua saja, pasti ada sesuatu. Apa kalian pacaran?”

“Dongho… berhenti menjadi orang yang sok tahu”

Kyunghee menasehati adiknya selagi ia sibuk membantu eommanya menyusun makanan di meja rendah sementara appanya mengambil posisi duduk untuk bergabung bersama kami. Jika di rumahku kegiatan makan di lakukan di meja makan dengan kursi, di rumah Kyunghee mereka makan dengan duduk melingkar pada sebuah meja di depan TV sambil mengobrol. Ini lebih santai dan tidak formal seperti di keluargaku, karena posisnya duduk di karpet, tidak ada jarak yang memisahkan posisi duduk setiap orang kecuali pinggiran meja.

“Iya.. aku kekasih noonamu”

Kalimatku berhasil menghentikan semua orang dan menatapku.

“Sudah kuduga…”

Ayah Kyunghee hanya tersenyum kemudian menegak airnya.

“Apa kau sudah bekerja?”

Pertanyaan normal seorang ayah pada kekasih anak perempuannya.

Aku tersenyum dan mengangguk.

“Wajahmu sangat familiar”

Bomi terus berbicara dengan wajahnya yang sangat imut, ia Kyunghee versi mini yang sangat manis, aku ingin sekali mencubit pipinya tapi ia sama juteknya dengan Kyunghee jadi aku tak berani melakukannya.

“Aku seorang idol

Dongho yang tadinya baru saja mulai mengunyah makanannya langsung tersedak.

IDOL??!!!!!”

Kemudian ia mulai memperhatikanku lebih seksama begitupun Bomi dan secara tiba-tiba Bomi berteriak sangat keras hingga kupingku terasa berdengung.

“Bomi… kau berlebihan sekali…”

Kyunghee menasehatinya tidak terlihat tertarik dengan pembicaraan kami, ia fokus pada makanannya.

“PARK JIMIN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

Gadis kecil itu berteriak keras dan Bomi memukul kepalanya dengan sendok.

“Kau membuat kupingku sakit. Panggil oppa! Dia lebih tua darimu bocah!”

Aku tersenyum saat mendengar omelan Kyunghee pada Bomi seolah aku benar-benar kekasihnya.

“Bomi… jika sampai temanmu tahu, eonnimu akan kehilangan pekerjaan dan aku tidak akan mengirimkan dan membelikan semua yang kau inginkan lagi”

Bomi yang tadinya bersiap mengambil ponselnya langsung mengurungkan niatnya, ia terlihat begitu takut saat Kyunghee mengancamnya, aigoo… lucu sekali.

Hyung… apa kau benar-benar Jimin BTS?”

Aku mengangguk dan Dongho tersenyum sumringah sambil menepuk bahu Kyunghee yang berada tepat disebelahnya.

“Kau bilang namja di Seoul tidak tertarik dengan gadis sepertimu, tapi kau malah pacaran dengan idol

“Dia bukan orang Seoul…”

Kyunghee membela diri selagi sibuk dengan makanannya yang hampir habis.

“Kyunghee… kau bisa tersedak…”

Aku menasehatinya dengan lembut karena ia tidak mengangkat wajahnya sama sekali fokus pada makanannya bahkan berbicara seadaanya.

“Aku tidak bisa makan enak seperti ini setiap hari…”

Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku kemudian membersihkan makanan yang belepotan di wajahnya dengan tissue.

Aigoo… kau manis sekali”

Eommanya berbicara padaku dan aku hanya bisa tersenyum manis.

“Sudah dipastikan masa depanmu cerah…”

Dongho berbicara pada Kyunghee yang sudah selesai dengan ritual makannya kini tengah asik menikmati buah yang dipotong kecil oleh eommanya.

“Memangnya kau siapa bisa meramal masa depanku?”

Noona… kekasihmu Jimin, Park Jimin. Setidaknya aku lega setelah tahu kau punya kekasih. Aku sempat khawatir saat memikirkan kau tinggal di Seoul sendirian. Orang sepertimu, ck… kau sangat ceroboh, cengeng, pemalas, memasang tali sepatu saja tidak bisa, terkunci di kamar mandi saja menangis apalagi urusan mengingat jalan. Hyung… ia tersesat sampai 10 kali saat pertama kali masuk SMA”

YA!”

Kyunghee memukul dahi adiknya yang membeberkan segala hal tentang Kyunghee yang selama ini tidak aku ketahui dan hal ini justru membuatku sangat senang. Aku bisa merasakan dan melihat sisi dirinya yang tak pernah diketahui orang banyak. Hah… ia pasti bekerja sangat keras melawan semua kekurangan itu karena ia benar-benar berbeda dari apa yang Dongho ceritakan.

Oppa… apa aku boleh minta tanda tanganmu nanti?”

“Bomi, jangan norak!”

“AKu tidak tahu sampai kapan Jimin oppa bisa bertahan pacaran denganmu, jadi ada baiknya aku minta tanda tangan sekarang”

Kyunghee menatap jengkel adiknya, aku tidak tahu kenapa ia terlihat begitu kesal dengan penuturan polos itu padahal kami sama-sama tahu bahwa hubungan ini hanyalah sebuah kepura-puraan.

“Berapa lama kalian akan menginap?”

“Lusa kami harus kembali”

Kalimatnya terdengar sedih dan saat itu juga eommanya tersenyum.

“Besok eomma buatkan makanan kesukaanmu oke?”

Ia kembali tersenyum dan mengangguk cepat.

Gomawo eomma

Dan kebahagiaannya sangat sederhana, hanya sebuah makanan. Heol… dia benar-benar bukan Kyunghee yang aku kenal.

Oppa… bagaimana bisa kau menjadi pacar eonni? Dia kan sangat menyebalkan dan kasar”

“Bomiya!!!”

Aku rasa Kyunghee dan Bomi tidak begitu akrab melihat betapa keduanya tak pernah berdamai sejak acara makan di mulai.

“Aku tidak pernah bertemu dengan gadis seperti Kyunghee sebelumnya. Ia tidak mencoba untuk terlihat baik di depan semua orang, ia bangga menjadi dirinya sendiri dan ia tidak pernah menyesali apa yang sudah ia putuskan. Meskipun terlihat dingin, aku tahu ia memiliki hati yang hangat dan penuh dengan perhatian serta kasih sayang. Karna cinta dan kasih tidak perlu kalimat untuk bisa di rasakan”

Aku bisa merasakan Kyunghee menatapku dengan wajahnya yang serius. Aku tidak tahu apa yang berputar di otaknya, tapi aku hanya ingin ia tahu bahwa apa yang aku katakan adalah benar.

Jujur saja aku sangat senang saat ia menyetujui permainan pacaran palsu ini yang justru terasa begitu nyata. Aku tak pernah sedekat ini dengan Kyunghee dan ia tak pernah bersikap semanis itu kepadaku sebelumnya. Semua orang di Bangtan tahu Kyunghee adalah orang yang keras karena itu juga memberku tidak terlalu suka berbicara dengannya apalagi ia terlalu dekat dengan Hope hyung. Aku mungkin menjadi satu-satunya orang yang menikmati kepalsuan ini, tapi kepalsuan itu juga melindungi Kyunhee dari banyak hal. Jika ia pulang sendirian aku rasa ia akan kesulitan menyembunyikan masalah pekerjaannya.

Ia sangat berisik saat di rumah, terus berbicara dengan kedua adiknya seolah mereka semua seumuran, ia tidak sungkan-sungkan tertawa sangat keras dan lepas.

Aku rasa ia sangat tertekan saat berada di Seoul mengingat ia menjalani kehidupan yang sangat berat. Aku tidak tahu kenapa ia bisa berujung pada kontrak pekerja esktra itu tapi mau tak mau aku harus berterima kasih pada kontrak gila yang sudah mempertemukan aku dengannya.

Aku sering melihat Kyunghee termenung sendirian, ia juga tak banyak bicara saat di tempat kerja. Aku tahu ada banyak beban yang selalu ia fikirkan dan sepertinya semua itu membuat hari-harinya selalu sulit. Aku mulai mencoba merangkai tentang dirinya sedikit demi sedikit, mengenalnya lebih dalam dengan caraku sendiri. Ia tidak mudah membagi apapun dengan orang dan aku yakin ia mengalami krisis kepercayaan pada orang lain maupun pada dirinya sendiri.

Jika Arheum sangat sibuk memuji kecantikan dirinya, maka Kyunghee tidak begitu peduli. Aku sering melihat ia menatap cermin dalam diam. Aku tidak tahu apa yang ia fikirkan setiap ia menatap cermin, tapi yang jelas wajahnya tak pernah bahagia. Ia tidak terlalu suka berdandan dan terkadang tidak peduli dengan dirinya sendiri. Ia frustasi dan tertekan dengan keadaannya namun tidak tahu harus bagaimana, ia seolah terjebak pada kehidupan yang tidak ia inginkan. Jika saja aku bisa, aku ingin meraihnya dan membawanya keluar dari lingkaran itu. Aku benar-benar ingin selalu melihat Kyunghee yang sekarang, ia terlihat jauh lebih cantik dengan senyum dan tawa yang terus menghiasi wajahnya.

Dalam diriku aku merasa bersalah pernah menyakitinya, pernah memandangnya rendah dan aku menyesali itu. Terlebih lahi Hope hyung, rasanya aku ingin memarahi laki-laki itu, tapi aku terus mencoba untuk berdiri disisi hyung, ia pasti juga punya alasan.

Aku bahkan tidak bisa melepaskan mataku dari menatap wajahnya, tidak bisa aku bayangkan nanti saat kami kembali ke Seoul dan semuanya kembali normal dan aku tidak bisa sedekat ini lagi dengannya.

****

Aku dan Kyunghee duduk di salah satu bangku kayu di tepi sebuah danau dekat sekolah Bomi. Ia memutuskan untuk menjemput adik kecilnya itu. Pohon pinus berdiri kokoh disekitar kami memberikan aroma yang menyegarkan, suasanya tenang dan khas pedesaan. Ia diam tidak mengatakan apapun, hanya duduk di sisiku, bersandar pada bahuku sembari memeluk lenganku erat. Aku tidak tahu apa yang ia fikirkan tapi aku menikmati momen seperti ini.

“Jimin…”

“Hmm?”

“Menurutmu apa yang akan keluargaku lakukan jika mereka tahu apa yang sebenarnya?”

Jadi itu yang selama ini mengusik pikirannya.

“Kontrakmu akan segera habis, mungkin ada baiknya tidak usah memberitahu mereka”

Ia mengangguk kemudian menengadah untuk menatapku.

“Rasanya aku tidak ingin kembali ke Seoul”

“Kau bisa tinggal di sini jika kau mau”

“Aku harus bayar ganti rugi kontrak gila itu”

“Aku akan membantumu”

Ia terkekeh pelan.

“Kau sudah membantuku terlalu banyak”

“Kau bisa mencicilnya nanti”

Dan ia tertawa lagi seolah kebenaran yang aku katakan adalah sebuah lelucon menggelitik. Aku baru menyadari ia sering tersenyum atau tertawa pelan setiap aku berbicara dan hal itu membuatku merasa sangat bahagia. Momen langka di mana hanya terjadi sekali seumur hidup dan aku bisa menikmatinya setiap hari di sini, rasanya aku ingin tinggal di sini dengannya selamanya.

“Kyunghee… bagaimana jadinya jika akulah orang yang pertama menyatakan perasaan padamu, bukan Hope hyung?”

Matanya sedikit membesar tapi kemudian meredup dan ia memelukku lebih erat.

“Jangan tanyakan hal itu, aku tidak tahu harus menjawab apa”

Untuk sebagian orang jawaban seperti ini adalah sebuah hal yang menjengkelkan, tapi bagiku itu terdengar aku sedang membuat ia meragukan perasaannya pada Hope hyung yang artinya aku mungkin punya kesempatan.

“Mau pacaran terus? Cih… bahkan kalian tidak menyadari aku yang sudah berdiri di sini sejak tadi”

Bomi berbicara ketus dengan berkacak pinggang dan Kyunghee langsung melepaskan pelukannya dariku bergegas menghampiri adiknya itu, memukul pelan kepalanya.

Aih… bocah ini tidak punya sopan santun”

Ia kemudian meraih tas Bomi dan menyandangnya, memperbaiki rambut adiknya yang berantakan bahkan memberikan air minum yang sedari tadi ia pegang. Aku kira ia membawa minum untuk dirinya sendiri, pantas saja ia tidak meminumnya sejak tadi. Bomi menegak air itu sampai habis seolah ia benar-benar kehausan. Kyunghee… ia tahu adiknya kehausan dan meskipun ia memarahinya, ia tetap memperlakukan adiknya dengan sayang.

Ya! Bomi!!!”

Dongho bergegas menghampiri kami dan mengomeli adik kecilnya.

“Kau mengganggu saja”

Oppa! Bisakah berhenti memarahiku”

“Bomi tidak mengganggu…”

Aku mencoba membela Bomi dan ia mulai bercekcok dengan Dongho sementara Kyunghee sibuk mengacak tas adiknya memeriksa apa ada sesuatu yang kurang.

Kyunghee menarik Bomi menjauh dari Dongho melerai pertengkaran mereka dan membawa adik kecilnya berjalan duluan. Aku dan Dongho berjalan lebih santai sementara Kyunghee dan Bomi berjalan di depan. Mereka berjalan cukup cepat sementara aku dan Dongho sibuk mengobrol perihal game sampai akhirnya kami mendengarkan teriakan keras Bomi yang memaksa aku dan Dongho berlari kencang.

Aku menemukan Bomi berdiri di tepi dermaga sembari terus berteriak memanggil Kyunghee, aku dan Dongho menghampirinya dan menyadari tidak ada Kyunghee di sana. Aku bersiap melompat ke dalam danau saat menemukan ia naik ke permukaan dengan wajah juteknya.

YA! Aku tidak mati!”

Aku hampir saja meregang nyawaku saat tidak menemukannya dan berfikir ia tenggelam.

“Apa yang kau lakukan?”

Ia berenang menuju dermaga dan melemparkan ponsel yang basah ke arah Bomi.

“Aku membanting tulang untuk membelikanmu ponsel itu”

Ia masih sibuk mengomel saat aku membantunya naik ke dermaga.

“Apa yang terjadi?”

Eonni terus mengejekku dan aku mengancamnya akan membuang ponselku ke danau”

“Dan kau membuangnya?!”

Dongho berbicara dengan nada suara yang naik.

“Aku tidak sengaja, ponselnya terlepas dan jatuh ke danau”

“Dongho berhenti memarahinya…”

Ia masih berusaha menasehati Dongho yang terlihat kesal karena ulah adik kecilnya sementara aku hanya bisa mendesah berat melihat tubuh basah kuyupnya.

Ia sibuk mengeringkan pakaiannya yang basah kuyup dan aku mendekat membantunya. Aku menarik lepas kaos yang ia kenakan menyisakan tanktop tipisnya sebelum menggantinya dengan jaketku. Ia mulai kedingingan dan aku sibuk menariknya ke dalam rangkulanku.

Hyung! Bagaimana bisa kau melepaskan baju noona begitu saja?!!!!”

Damn it! aku lupa… shit! Aku melakukannya karena refleks. Lagi pula di sini tidak ada orang selain kami.

Ia berjalan mendekat dan menarik Kyunghee menjauh dariku dengan wajahnya yang sedari tadi sudah kesal karena adiknya, aku rasa ia sangat menyangi noonanya.

“Aku- aku hanya mencoba membantu agar ia tidak kedinginan”

“Kau terlihat sangat santai saat melepaskan bajunya, itu terlihat seperti kau sudah biasa melakukannya”

Fuck!!!

“Dongho!… di sini ada anak dibawah umur dan aku sangat kedinginan. Berhenti berbicara seolah kau tidak mengerti apapun, kau cukup dewasa untuk hal semacam ini”

Bomi hanya menatap dengan bingung sementara Kyunghee berdiri menggigil.

“Bomi… kau pulang duluan”

Ia memarahi Bomi dan gadis kecil itu hanya menurut, meninggalkan kami bertiga dalam suasana yang sedikit tidak enak.

“Dongho… berhenti bersikap berlebihan…”

Noona!! Apa kau?”

Ia tidak melanjutkan kalimatnya dan Kyunghee hanya memutar matanya seolah kesal dengan pembicaraan ini.

“Dongho… kau sudah 20 tahun, berhenti bersikap seperti bocah. Aku bukan Bomi, aku sudah 23 tahun…”

Ia terdiam mendengarkan kalimat noonanya seolah kenyataan baru menamparnya. Aku sangat paham Dongho pasti masih berfikir jika noonanya masih gadis pelajar yang tidak pantas melakukan hal semacam itu. Aku tidak bisa membayangkan reaksinya jika tahu tentang pekerjaan Kyunghee.

“Sekarang aku Tanya, kau sendiri… apa sudah pernah?”

Ia diam tidak menjawab.

“Tapi kau perempuan…”

“Lalu apa bedanya? Hanya karna kau laki-laki dan aku perempuan, aku tidak boleh? Pastikan saja kau dan gadismu memakai pelindung, tidak usah khawatirkan aku dan Jimin. Setidaknya aku tidak melakukannya di rumah. Sekarang kau kejar Bomi dan katakan sesuatu untuk menenangkannya sebelum ia menanyakan hal yang aneh-aneh pada eomma

Dongho menunduk mengiyakan kalimat noonanya.

Mianhae…”

“Dongho… aku tidak sebaik yang kau fikirkan. Kau tahu itu… bahkan dibandingkan eomma dan appa, kau sangat mengenalku dan aku tahu kau juga demikian. Untuk melindungi diri kita, sebaiknya kau jangan mengungkit hal ini lagi. Kita sudah dewasa dan aku yakin kau cukup pintar untuk menjaga rahasiamu karna itu jangan pernah katakan ini pada siapapun”

Ia mengangguk.

“Maafkan aku hyung…”

Kemudian ia setengah berlari mengejar Bomi.

Kyunghee terdiam tidak mengatakan apapun, memalingkan wajahnya pada riakan air danau.

“Aku minta maaf…”

Hanya itu yang bisa aku katakan karena biar bagaimanapun aku merasa bersalah.

“Ini bukan salahmu, ia sudah dewasa dan ia tahu jika orang pacaran tidak hanya sekedar berciuman. Ia hanya mencoba terlihat seperti pahlawan di depan noonanya, dia memang seperti itu, tidak usah dipusingkan”

Meskipun ia berbicara dengan santai, aku tahu ia khawatir.

“Aku tidak bisa membiarkan ia datang ke Seoul”

“Apa kau memberikan alamat tempat tinggalmu?”

“Aku hanya memberitahu eomma dan eomma juga tahu aku tinggal di kamar kecil di depan dorm kalian. Aku hanya berharap beliau tidak pernah datang berkunjung ke Seoul sampai kontrakku berakhir”

Wajahnya pucat dan ia menggigil tapi masih terlihat serius dan sibuk dengan kekhawatirannya. Aku menariknya ke dalam pelukanku mencoba memberikan kehangatan dengan tubuhku.

****

Kyunghee pov

Aku duduk di atas ranjangku menenggelamkan tubuhku di dalam selimut saat seseorang mengetuk pintu kamarku.

“Siapa?”.

“Aku…”

Suara Jimin menyadarkanku saat ia membuka pintu dengan pelan, membawa sebuah nampang berisi sup hangat.

“Tadinya aku ingin buatkan coklat panas untukmu, tapi ternyata eomma sudah buatkan sup dan beliau memintaku mengantarkan ini untukmu”

Ia meletakkan sup di meja sisi ranjang dan duduk di tepi ranjang di depanku sibuk mengamati kamarku.

“Tumben sekali eomma membiarkan namja masuk ke kamarku”

“Mungkin beliau tahu aku anak yang baik”

Dan kami terkekeh pelan.

“Baik apanya…”

Aku teringat pada kejadian di kereta, baik? Okey dia baik tapi tidak untuk urusan ena ena.

“Jadi seperti ini kamarmu?”

Ia sibuk menatap sekeliling kamarku yang menurutku biasa saja.

“Aku suka aromanya, aroma tubuhmu yang sangat kental”

“Jimin… jangan mulai, orang tuaku bisa membunuhmu jika kau macam-macam”

Ia tertawa geli kemudian menyentuh dahiku sebelum bernafas lega.

“Aku khawatir kau bisa demam…”

“Terjun ke danau begitu saja tidak akan membuatku sakit. Apa kau lupa? Aku Kyunghee…”

Ia tertawa mengejek selagi aku sibuk memakan sup dengan pelan.

“Besok kita kembali ke Seoul”

Ia terdengar sedih seolah kembali ke Seoul adalah petaka buruk.

“Kita harus bekerja”

Ia mengangguk.

“Dan permainan pacarannya akan selesai”

Ia berbicara dengan pelan,

“Aku masih tinggal di dorm dan kau bisa ke kamarku kapan saja”

Aku kira ia akan bahagia dengan kenyataan itu tapi yang ada ia malah tertunduk seolah itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

“Aku lebih suka menjadi kekasihmu”

Aku terdiam mendengarkan kalimatnya, kami saling menatap satu dengan lainnya. Jujur saja aku tidak tahu kalimat apa yang cocok untuk membalas pernyataanya.

Eonni!!!!!”

Bomi muncul dengan cepat dan Jimin hanya menunduk dalam diam.

Eonni… aku tidur denganmu malam ini”

****

Aku duduk bersama Jimin, Hoseok dan Yoongi oppa di studio. Aku asik dengan pekerjaanku dan mereka sibuk dengan pekerjaan mereka saat tiba-tiba seseorang masuk ke ruangan studio dan menghempaskan pintu dengan keras. Ia berhasil menarik perhatian semua orang termasuk aku.

“Nana…”

Hoseok berdiri berniat menghampirinya tapi ia malah berjalan dengan cepat ke arahku dan tiba-tiba menampar wajahku.

“Apa yang kau lakukan?!”

Hoseok berteriak menarik tangannya sehingga ia menjauh dariku sedangkan aku hanya berdiri menatapnya heran, ada apa dengan gadis gila ini?

“Kau masih bertanya apa yang aku lakukan?!”

Ia berteriak pada Hoseok dan aku memilih mencoba menenangkan diriku yang sebenarnya juga sangat marah.

“Aku sudah tahu semuanya. Kau dan gadis murahan ini!”

“Hei… jaga ucapanmu, ini studioku”

Yoongi oppa yang sedari tadi diam angkat bicara.

“Dia! apa kau tidak bisa berfikir dengan akal sehatmu?! Bagaimana bisa kau menjalin hubungan dengan gadis murahan seperti dia!??”

“Kau tidak berhak berbicara seperti itu padaku!”

“Tidak berhak?! Kau fikir aku tidak tahu kalau kau adalah staff ekstra? Heol… aku tidak percaya kau rela menjual dirimu demi uang”

Aku geram dan menampar wajahnya tak kalah keras sehingga Jimin menarikku menjauh.

“Nana!!! Jaga ucapanmu!! Kau tidak berhak berkata seperti itu”

“Hoseok! Aku kekasihmu dan kau memilih gadis itu dibandingkan aku. Kau memilih dia yang jelas-jelas digilir oleh membermu sendiri. Aku tidak percaya ia bahkan berani menamparku…”

Kemudian Hosoek memegang lengannya sangat erat membuat gadis itu berteriak karena kesakitan.

“Kau berfikir kau lebih baik darinya? Kau sendiri menjual harga dirimu kepadaku. Apa kau lupa? Kau tidak berhak merendahkannya dan merasa kau lebih baik darinya. Aku memilih siapa yang aku inginkan dan kau tidak berhak melarangku ataupun mencacinya. Berhentilah bersikap seolah selama ini aku yang menyakitimu, kau yang membuat aku bersikap seperti itu padamu. Aku mencoba untuk memaafkanmu dan berfikir jika semua ini adalah salahku, tapi kau juga berperan besar dalam semua masalah kita”

“Tapi apa kau harus berpacaran dengannya?!”

“Aku sudah putus dengan Hoseok bahkan sebelum kau berfikir untuk melakukan hal bodoh seperti ini. Ia hanya memanfaatkanku karena kau meninggalkannya. Setidaknya aku sedikit lebih baik karena aku tidak mengejar-ngejarnya sepertimu. Kenapa? Apa kau iri? Apa kau iri karena aku berada di antara anak Bangtan? Kau iri karena bahkan untuk mempertahankan Hoseok saja kau kesulitan. Kau menarik ulur hubungan kalian agar ia bertekuk lutut padamu, tapi yang ada dia meninggalkanmu dan memilihku. Aku sudah melepaskannya, kau bisa ambil semaumu”

Aku bisa merasakannya saat Hoseok menatapku dengan tajam dan ia melepaskan gadis itu.

“Kyunghee…”

Ia memanggilku seolah aku sangat jahat padanya.

“Berhentilah Hoseok… berhenti membuat aku merasa bersalah atau membuat gadis itu terus mengejarmu. Jika kau hanya ingin menikmati perasaanmu yang dikejar-kejar itu, kau tidak akan mendapatkan apapun. Setidaknya berterima kasihlah karena dia mau melakukan apapun untukmu, ia bahkan datang ke sini untuk menampar dan mencaciku. Kita sudah berakhir dan aku sudah cukup terluka dengan semua ini. Aku lelah dengan semua drama konyol dan bodoh yang berpusat padamu. Aku sudah melepaskanmu dan tidak mau terlibat dengan kalian, jadi selesaikan semuannya sendiri, jangan menyeretku”

“Dan kau…”

Aku menatap gadis itu tajam.

“Kau bisa mendaftar menjadi staff ekstra jika kau mau, tidak sulit… kau hanya perlu menandatangani kontrak itu, tidak usah bersikap seolah aku adalah gadis rendahan sementara kau sangat menginginkan posisiku”

Aku melepaskan tangan Jimin dariku dan keluar dari ruangan studio mencari tempat yang lebih tenang. Kenapa aku tidak pernah bisa merasakan kenyamanan untuk sejenak saja? Kenapa selalu saja ada masalah yang menyeretku? Dan aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa kalimat gadis itu menyayat hati dan perasaanku.

Dalam waktu yang begitu lama aku merasakan diriku sangat buruk…

Jika saja gadis itu tahu apa yang aku hadapi, ia mungkin tidak akan sanggup mengatakan hal itu. Tapi manusia, mereka hanya bisa menilai dari sisi buruknya saja. Mereka tidak tahu apa yang aku rasakan dan aku alami dan bagaimana aku membenci diriku sendiri atas pekerjaan ini. Bahkan hingga hari ini aku tidak pernah berhenti menyesali kontrak gila itu apalagi setelah apa yang terjadi antara aku dan Hoseok. Aku merasa seperti sebuah mainan yang tidak berguna dan sayangnya aku sendiri yang membuat diriku seperti itu.

Aku bodoh dan dibutakan oleh materi yang ternyata tidak bisa memberikan apa yang aku butuhkan dan di atas semua itu aku kehilangan harga diriku.

Aku selalu diajarkan oleh orangtuaku, meskipun kita miskin setidaknya kita masih memiliki harga diri. Sekarang aku merasa lebih miskin dari semua orang miskin. Aku tidak memiliki harga sama sekali dan aku hanyalah sampah yang nantinya akan dikenang sebagai sesuatu yang menjijikkan. Aku yakin jika nanti anak Bangtan bertemu denganku setelah kontrak ini habis, mereka pasti tidak akan mau menyapaku lagi. Aku adalah sisi gelap dalam diri mereka yang tak mereka harapkan diketahui oleh siapapun, aku bahkan sangat yakin jika mereka berharap tidak akan pernah bertemu denganku lagi setelah kontraknya habis. aku hanyalah alat yang digunakan untuk melampiaskan keinginan tergelap mereka.

Kenapa aku tidak pernah berfikir tentang hal itu?

Pekerjaan tetap?

Yang benar saja, BigHit pasti akan membuangku setelah ini karena aku mungkin akan merusak citra baik perusahaan mereka. Sera eonni hanya beruntung karena belakangan ini aku tahu ia juga menjalin hubungan dengan salah seorang staff penting BigHit, karena itulah ia bisa tetap bekerja. Bullshit! Aku hanya akan menjadi sampah.

“Kyunghee…”

Aku mendengarkan suara Jimin saat aku masih sibuk merutuki diriku sendiri. Aku berada di salah satu tangga darurat dan menangis seperti orang gila.

Ia duduk di sebelahku menyerahkan sebuah sapu tangan dan menatapku dengan hangat.

“Jimin…”

Suaraku serak karena tangis tapi aku masih berusaha untuk tetap tegar.

“Berhenti memperlakukan aku dengan baik”

Aku bisa merasakan keterkejutannya,

Wae?”

“Semuanya sudah berakhir okey? Kita sudah tidak di Busan jadi berhentilah bersikap bahwa kau adalah kekasihku. Kau membuat kepalaku sakit”

“Tapi aku hanya ingin membantumu”

Fuck Up! Aku tidak butuh bantuanmu! Hidupku baik-baik saja selama ini meskipun aku melakukan semuanya sendiri. Aku tidak membutuhkan seseorang untuk datang dan mengasihaniku. Kau urus saja hidupmu, tidak usah perdulikan aku. Aku lelah dengan semua permasalahan ini dan terlibat dengan kalian. Kalian membuat semuanya seolah aku adalah hal yang penting padahal pada kenyataannya aku hanyalah sampah. Jimin, sadarlah… aku ini hanya gadis murahan yang menjual harga dirinya demi uang. Apa kau tidak bisa berfikir? Seharusnya kau malu berada di dekatku!”

Rahangnya mengeras dan seumur hidupku aku tak pernah melihat ekspresinya yang seperti itu, ia terlihat marah namun juga tak berniat meluapkannya.

“Aku rasa kau hanya sedang tertekan karena kalimat Nana… kita bicarakan ini nanti”

“Tidak ada lagi yang perlu di bicarakan. Kau!”

Aku menunjuk tepat di depan wajahnya,

“Kau adalah idol, atasanku dan aku adalah staff pekerja ekstra, tidak ada yang lebih dari itu”

****

Aku sibuk menyetir Van menuju dorm, semua skedul hari ini sudah selesai dan aku harus melewati hariku yang sangat buruk.

Ponselku bergetar hebat dan saat menemukan nama eommaku di sana, aku bergegas memasang headset di kupingku.

Ne Eomma…”

“Kyunhee ya… aku sudah berada di kamarmu sejak tadi sore bersama Dongho, maaf eomma tidak memberi kabar. Kau meninggalkan laptopmu di rumah, eomma fikir kau mungkin membutuhkannya jadi eomma mengantarkannya dan kebetulan Dongho juga sedang libur. Tadi orang yang bekerja di dorm yang membukakan pintu kamarmu untukku. Jam berapa kau pulang? Eomma takut tidak dapat kereta terakhir”

“Aku sudah di jalan Eomma, setengah jam lagi sampai”

Kemudian aku meletakkan ponselku asal mulai sibuk dengan pemikiranku. Kenapa Eomma harus datang ke Seoul?

Aku bergegas memasuki dorm merasakan perasaanku yang tidak nyaman saat aku menemukan Eommaku berdiri di depan pintu kamarku dengan wajah yang memerah dan emosi yang meluap di sana. Dongho berdiri di sebelahnya dan mereka memegang amplop coklat besar yang mana aku tahu apa isinya.

Hidupku berakhir.

Eomma…”

Suaraku pelan dan aku mencoba berjalan menghampiri beliau dan saat itu ia memukulkan amplok itu ke kepalaku sehingga semua isinya berserakan. Kontrak mematikan yang aku tanda tangani.

“Apa kau sudah gila?!”

Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya.

“Aku bisa menjelaskan semuanya…”

Aku mencoba menenangkan diriku yang saat ini benar-benar rapuh.

“Menjelasakan apa?!!! Aku sudah membaca semuanya”

Aku terdiam, tidak tahu kalimat apa yang bisa aku katakan.

“Aku tidak melahirkan dan membesarkanmu untuk menjadi pelacur”

Kalimat itu terdengar sangat tajam keluar dari bibirnya dan air mataku tumpah. Aku menatap eommaku tidak berkedip merasa sangat sakit dengan kalimatnya.

“Kau bilang ini pekerjaan?! Kau bilang ini pekerjaan?! Melayani mereka?!!!!”

Aku baru menyadari semua anak Bangtan sudah ada di dalam pekarangan dan mereka terdiam namun aku masih di sini menatap eommaku tak berkedip.

“Kau bilang Jimin kekasihmu?! Itu semua hanya alibi agar aku tidak menanyakan apapun selama kau di rumah, agar kau bebas dari pertanyaan yang mungkin akan mengungkap rasahia kotormu”

Eomma…”

Dongho memegang lengan eomma mencoba menenangkan beliau.

“Aku sudah mencoba mencari pekerjaan lain, tapi tidak berhasil”

Plaaakkk!

Beliau menamparku keras dan rasa sakitnya beribu-ribu lebih sakit dari tamparan nana.

“Apa kau tidak berfikir? Kau tidak gunakan otakmu?!!!”

Aku merasakan eomma menarik rambutku menyeretku dan menjambak rambutku meluapkan kemarahannya.

Ibu mana yang sanggup menerima kenyataan jika ternyata anaknya menjual dirinya untuk uang.

Eomma!!!”

Dongho menarik eomma sehingga beliau melepaskanku, membiarkan aku duduk di tanah dan menangis tak berani mengangkat wajahku.

“Kenapa?!!”

Dan aku tahu beliau juga menangis.

“Aku tidak berharap kau sukses dengan cara seperti ini. Aku tidak akan membencimu hanya karena kau tidak bisa mendapatkan pekerjaan, ada banyak hal lain yang bisa kau lakukan, tapi kau memilih jalan ini. Kau tahu betapa aku sangat membenci hal seperti ini. Jika kau hanya akan menjual dirimu, untuk apa kau bersusah payah kuliah? Hanya membuang-buang uangku”

Aku mencoba untuk sabar dan tenang tapi diriku mememaksa agar melakukan pembelaan.

Eomma… apakah kau pernah sedikit saja berfikir tentang aku? Aku tidak pernah meminta apapun seperti yang Dongho dan Bomi lakukan, bahkan kuliahpun itu karena aku berhasil mendapatkan tempat yang bagus. Aku tidak marah saat kau lebih mengutamana Dongho dan Bomi karena aku tahu aku adalah anak yang paling tua dan aku tak seharusnya menjadi bebanmu terlalu lama. Aku mencoba mencari pekerjaan dengan usahaku, melakukan semuanya, tapi aku bukan siapa-siapa dan keluargaku bukan orang terpandang yang bisa membuatku mendapatkan pekerjaan yang bagus”

Plaakk…

Sekali lagi beliau menamparku memaksa aku diam dalam isakanku.

“Aku hanya ingin hidup dengan baik seperti orang lain, aku lelah bekerja 14 sampai 16 jam sehari dan hanya mendapatkan sedikit uang, aku lelah harus terus pindah apartemen karena aku tidak punya cukup uang, aku lelah dihina semua orang karena aku tak kunjung mendapatkan pekerjaan yang layak. Aku lelah dengan eomma dan appa yang selalu membanggakan aku pada orang lain, memberikan standar yang tinggi untuk diriku. Sampai kapan aku harus hidup seperti itu? Aku bahkan hanya bisa diam menerima semuanya. Hanya karena aku tidak pernah meminta bantuan dan melakukan semuanya sendiri, bukan berarti aku bisa dan sanggup aku hanya tidak mau membuat semua orang khawatir. Aku mencoba menyelamatkan diriku sendiri”

Eomma terdiam dan ia mencoba meredam tangisnya. Beliau bergegas mengambil tasnya dan kembali keluar menarik Dongho bersamanya, beliau berdiri di depan aku yang masih berlutut di tanah dan memalingkan wajah dariku.

“Jangan pernah datang lagi ke rumah, kau bukan putriku lagi”

Aku terpaku, seolah dunia berhenti berputar dan jantungku berhenti berdetak. Ini lebih menyakitkan dari semua patah hati dan hinaan yang selama ini aku dapatkan. Tapi aku hanya diam, tidak mencoba memanggil ibuku atau mengatakan sesuatu, aku bahkan malu pada diriku sendiri. Semua kenangan indah tentang keluargaku berputar apik di dalam memoriku menorehkan lebih banyak luka, menyebabkan lebih banyak rasa pilu. Aku bahkan kebas pada rasa sakitku, aku mati rasa dan aku ingin marah pada semuanya namun aku tahu, yang paling bersalah di sini adalah diriku sendiri.

Aku tidak pernah membenci diriku sendiri sebanyak ini.

Eomma… seseorang yang sudah membiarkan aku menumpang di rahimnya selama 9 bulan, menghabiskan seluruh hidupnya untuk merawat dan membesarkanku hari ini memilih untuk membuangku. Aku marah, sangat marah dan kecewa tapi tak bisa melakukan hal itu, di atas semua emosiku, aku merasa sangat sedih. Aku dibenci oleh sosok yang seharusnya menjadi satu-satunya tempat aku mengadu, satu-satunya tempat untuk kembali. Aku mengecewakannya dan sekarang aku benar-benar sendiri di dunia yang sangat kejam ini.

Eomma

Kenapa menyebut kata itu sekarang terasa sangat sakit?

Seseorang yang kau cintai bahkan sebelum kau mengenal dunia, seseorang yang sudah memelukmu bahkan sebelum kau bisa merasakan udara, seseorang yang sudah menjagamu bahkan sebelum mataku terbuka. Seseorang yang selalu di sana, memberikan aku seluruh waktu dihidupnya untuk menjaga dan membesarkanku memilih untuk memintaku berhenti datang padanya.

Patah hati?

Ini bukan hanya patah hati, tapi beliau mengambil kembali detak jantung yang ia bagi denganku dulu, mengambil lagi nyawa yang dulu ia beri padaku. Aku hanya raga kosong, tidak berguna dan penuh dengan keburukkan.

Bahkan ibuku sendiri tidak menginginkan aku lagi…

Kyunghee… hidupmu sudah berakhir…

Leave a comment