Bangtan’s Pleasure //10 [Making Love to You]

Jangan baper liat foto di atas!!!

 

Jangan baper liat foto di atas!!!

Happy reading~~

story by Mincha

edited by @pinkukim Pinkukim

Jimin pov

Kyunghee bergegas meninggalkan ruangan studio dan menghempaskan pintu dengan keras, kalimat Nana jelas membuat ia tersinggung atau lebih tepatnya terluka. Aku menata Hope Hyung yang masih terdiam di sana sebelum akhirnya ia berniat menyusul Kyunghee. Aku meraih salah satu lengannya untuk menghentikannya,

Hyung, sampai kapan kau akan menyakitinya?”

Ia menatapku serius kemudian terlihat berfikir sangat keras.

“Kau tidak bisa memiliki dua hal sekaligus hyung, kau tahu itu. Meskipun kau ingin memilihnya, ia tidak memilihmu, ia sudah cukup terluka dengan apa yang kau lakukan”

“Apa yang kau tahu tentang aku dan Kyunghee?”

“Aku mengetahui banyak hal yang bahkan mungkin tak kau ketahui. Kalian sudah putus dan kau tidak berhak menghentikanku untuk melakukan sesuatu untuknya”

“Apa maksudmu?”

Aku melepaskan lengan Hope hyung menatap tajam ke matanya.

Hyung, aku tidak sama denganmu. Aku mencintainya dan cintaku jauh lebih besar dari apa yang sudah kau berikan untuknya. Aku tidak peduli aku terdengar jahat atau seseorang yang memanfaatkan keadaan untuk mendekatinya, tapi aku tulus, aku tulus mencintainya. Aku tidak bisa terus melihatmu memperlakukannya seperti ini”

Tidak hanya hope Hyung, bahkan Yoongi Hyung dan Nana ikut terkejut mendengarkan penuturanku.

Heol! Kalian memperebutkan gadis itu?”

Noona… aku tahu kau mungkin hanya berusaha untuk mempertahankan Hope Hyung, tapi apakah kau harus menyakiti orang lain? Apa kau berhak menilai seseorang? Sebaiknya kau bercermin dulu sebelum mulai membuat seseorang terlihat buruk oleh penilaianmu. Aku tidak bilang kau lebih buruk dari Kyunghee, hanya saja kau tidak begitu dekat untuk bisa menilainya tidak baik. Aku berharap kalian bisa menyelesaikan permasalahan kalian tanpa harus melibatkan orang lain yang tidak bersalah dan membuat seolah semua tuduhan ada padanya, tidakkah itu terlalu kejam?”

Aku menghembuskan nafas dengan berat mencoba menenangkan diriku,

Hyung, aku berusaha sangat keras agar kita tidak menjadi canggung karena permasalah seperti ini, tapi kali ini aku benar-benar tidak bisa menahan diriku lagi, aku tidak akan mengalah”

Aku membiarkan semua orang terdiam oleh kalimatku dan memilih keluar menyusul Kyunhee. Aku mencarinya ke seisi kantor dan bertanya pada semua orang di sini sehingga aku berhasil menemukannya duduk di salah satu tangga yang sepi.

Ia menangis terisak seorang diri, hah… Aku selalu terluka melihat ia yang terlihat begitu kesepian dengan hidupnya yang sangat rumit. Ingin sekali aku ke sana dan memeluk tubuh itu untuk menenangkannya.

“Kyunghee…”

Aku duduk di sebelahnya menyerahkan sebuah sapu tangan dan menatap wajahnya yang pucat dan sembab karena tangis.

“Jimin…”

Suaranya serak dan ia menatapku dengan mata yang masih berlinang, masih mencoba terlihat kuat.

“Berhenti memperlakukan aku dengan baik”

Aku tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutku karena tentu saja kalimatnya benar-benar diluar dugaanku.

Wae?”

Ia menatapku serius, menarik nafasnya kuat sebelum memulai kalimatnya,

“Semuanya sudah berakhir okey? Kita sudah tidak di Busan jadi berhentilah bersikap bahwa kau adalah kekasihku. Kau membuat kepalaku sakit”

“Tapi aku hanya ingin membantumu”

Fuck Up! Aku tidak butuh bantuanmu! Hidupku baik-baik saja selama ini meskipun aku melakukan semuanya sendiri. Aku tidak membutuhkan seseorang untuk datang dan mengasihaniku. Kau urus saja hidupmu, tidak usah perdulikan aku. Aku lelah dengan semua permasalahan ini dan terlibat dengan kalian. Kalian membuat semuanya seolah aku adalah hal yang penting padahal pada kenyataannya aku hanyalah sampah. Jimin, sadarlah… Aku ini hanya gadis murahan yang menjual harga dirinya demi uang. Apa kau tidak bisa berfikir? Seharusnya kau malu berada di dekatku!”

Kalimatnya kasar dan menyakitkan, menyulut emosiku yang sedari tadi sudah mulai membuncah. Aku tidak marah padanya, aku marah pada keadaan yang membuat ia memperlakukan dirinya seperti ini dan ia bahkan tidak mengizinkan aku untuk membantunya. Si keras kepala ini benar-benar tidak mau aku berada di dekatnya. Aku tahu benar ia sangat tertekan dan butuh seseorang untuk menemaninya tapi ia selalu berusaha terlihat tegar dan merasa ia mampu melewati semuanya. Aku mengenalnya dengan caraku dan aku tahu ia bukanlah orang yang bisa melewati hal seperti ini sendirian. Ia terus menyalahkan dirinya, membenci dirinya dan seolah semua permasalahan yang ada terjadi karena ulahnya.

“Aku rasa kau hanya sedang tertekan karena kalimat Nana… Kita bicarakan ini nanti”

Aku tahu ia sedang tidak stabil jadi aku rasa ada baiknya aku memberikan ia waktu untuk menenangkan dirinya dulu.

“Tidak ada lagi yang perlu di bicarakan. Kau!”

Ia menunjuk tepat di depan wajahnya dan mataku membesar merasakan keterkejutan luar biasa.

“Kau adalah idol, atasanku dan aku adalah staff pekerja ekstra, tidak ada yang lebih dari itu”

Ia memperjelas semuanya dan aku terluka oleh kalimat itu. Nafasnya naik dan turun menandakan ia benar-benar kalut dan wajah itu memerah oleh emosi yang berkecamuk. Ia berlalu meninggalkan aku yang sakit oleh kalimatnya, ini terasa seperti penolakan yang sangat kasar.

Apa ia benar-benar tidak menginginkanku?

Apa ia berfikir aku main-main dengan perasaanku?

Apa ia kira aku tidak serius saat aku ingin bersamanya?

Apa menurutnya aku pernah jatuh cinta sekeras ini seperti padanya?

Gadis bodoh itu…

******

Aku berada di van yang berbeda dengan Kyunghee sehingga aku sampai belakangan. Saat aku memasuki gerbang dorm, aku melihat ibunya dan adik laki-lakinya di sana.

“Apa kau sudah gila?!”

Aku terkejut saat tiba-tiba mendengarkan suara teriakan wanita itu pada anak gadisnya yang kini tengah menatapnya diam.

“Aku bisa menjelaskan semuanya…”

Aku mencoba merangkai keadaan dan tatapanku jatuh pada kertas-kertas yang aku ketahui adalah kontrak pekerja ekstra. Kyunghee berbicara setenang yang ia bisa tapi aku tahu ia benar-benar tidak pernah berharap hal seperti ini bisa terjadi, ia bahkan khawatir saat adiknya tahu ia sudah tidak virgin lagi.

“Menjelasakan apa?!!! Aku sudah membaca semuanya”

Wanita itu berbicara dengan emosi yang membara, terlihat jelas amarah dan kekecewaan terpancar di raut wajahnya. Oh god! Ia salah tentang putrinya… Kyunghee tidak seburuk yang ia fikirkan.

“Aku tidak melahirkan dan membesarkanmu untuk menjadi pelacur”

Tidak hanya aku, bahkan member lain juga terkejut mendengarkan penuturan yang terdengar sangat kejam itu, bagaimana bisa seorang ibu berbicara seperti itu pada putrinya?

Oh okey, aku tahu beliau sedikit konservatif tapi apa ini tidak berlebihan? Kyunghee sudah cukup terluka dan malu pada dirinya sendiri dan sekarang ibunya membuat semua itu semakin buruk. Ia tidak mengatakan apapun selagi ibunya terus berbicara keras dan begitu kasar, ingin sekali aku ke sana dan menghentikan semua kekejaman itu tapi aku tahu aku tidak memiliki hak untuk hal itu.

“Aku sudah mencoba mencari pekerjaan lain, tapi tidak berhasil”

Plaaakkk!

Ia menampar Kyunghee dan saat itu aku refleks ingin menghentikannya namun Yoongi Hyung menahan lenganku mengisyaratkan aku tak seharusnya ikut campur.

“Apa kau tidak berfikir? Kau tidak gunakan otakmu?!!!”

Aku tak bisa menahan tangisku saat beliau menarik rambutnya kasar meluapkan kemarahannya. Aku menatap wajah Kyunghee yang memilukan dan tak berniat sedikitpun membela dirinya. Aku ingin ke sana, menghentikan wanita itu dan membelanya, tapi sayangnya wanita itu adalah ibunya sendiri, seseorang yang sudah melahirkan dan membesarkannya. Kyungheee sudah mencoba untuk bicara, mengutarakan kekalutannya tapi aku tahu hal itu tidak akan merubah apapun saat ini, beliau sudah terlalu kecewa, aku tak menyangkan bisa menjadi semengerikan ini.

Kyunghee, Ia hanya manusia biasa, ia hanya ingin merasakan hidup yang baik dan normal namun malah terjebak pada kondisi yang tidak menguntungkan meskipun ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Kyunghee sangat sering menyesali kontrak itu, tapi ia tak pernah mencoba memperlihatkannya pada siapapun, menyimpan semua itu sendiri dan menyalahkan dirinya sendiri.

“Jangan pernah datang lagi ke rumah, kau bukan putriku lagi”

Okey… itu sudah sangat keterlaluan.

Wanita paruh baya itu bergegas mengambil tasnya dan pergi bersama Dongho, aku bisa merasakan Dongho menatapku lama seolah ia menyampaikan sesuatu. Anak itu sangat menyayangi noonanya namun tak berdaya melawan eommanya dan ia berakhir mengikuti kata eommanya meninggalkan noonanya yang benar-benar terluka.

Tidak ada yang berani bergerak apalagi mengatakan sesuatu sampai Kyunghee berdiri dari posisinya, ia berbalik dan menatap kami semua dengan wajah yang sangat berantakan dan pipinya yang memerah. Ia berjalan melewati kami menuju gerbang dan keluar tanpa mengatakan apapun.

“Aku rasa sebaiknya aku mengikutinya”

Aku berbicara pada Hyungku karena mungkin hal buruk bisa menimpanya jika ia dibiarkan seorang diri dalam keadaan seperti itu.

“Aku akan cari alasan untukmu, pergilah dan pastikan kau bersamanya sampai dia kembali”

Namjoon Hyung menepuk bahuku pelan sebelum aku keluar dan berjalan pelan mengikuti Kyunghee yang berada di depanku.

Langkahnya pelan dan sepoyongan namun ia tetap berjalan. Ia menatap lurus kedepan seolah ia sedang menuju suatu api aku bisa merasakan kehampaan dan jiwa yang dingin di dalam tubuhnya.

Kyunghee…

Aku merangkai langkahnya yang sepi, mencoba menghitung penderitaan yang redam bersama waktu yang melewatinya. Ia tahu ia sering mengambil keputusan yang salah namun tak sekalipun mencoba memperbaiki keadaan. Ia hanya tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia hanya kebingungan. Seandainya aku tahu ia mengalami kehidupan seburuk ini sejak awal, aku tidak akan pernah membiarkan ia sendirian. Aku tidak mengerti kenapa hatiku selalu sakit setiap mencoba merasakan posisinya, itu terlalu mengerikan dan hari ini adalah puncaknya. Kyunghee sering diperlakukan buruk oleh staff lain yang tahu ia adalah pegawai ekstra karena itulah ia hanya bergaul dengan Arheum atau pegawai ekstra lainnya, bahkan terkadang ia menutup diri dari lingkungan itu seolah ia tidak pernah menginginkan kondisinya. Ia tidak pernah protes terhadap semua keburukan yang orang lakukan padanya, setiap cacian yang orang lemparkan di dirinya, ia menerima semua itu seolah memang ia pantas untuk diperlakukan itu.

Selama ini aku tidak pernah perduli dengan nasib para pekerja ekstra karena yang aku tahu kami membayar mereka sangat mahal, namun saat melihat Kyunghee aku menyadari banyak hal. Uang memang berharga, tapi apa itu cukup untuk membayar harga diri yang terluka? Nama yang sudah ternoda dan orang tidak akan bisa menerimanya sebagai sesuatu yang baik. Semua itu benar-benar membuat frustasi dan tertekan.

Kyunghee lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja bahkan mengurung diri di ruang latihan atau studio yang kosong, ia tidak berniat bersosialisasi dengan siapun bahkan terkesan menghindar. Ia tidak menyukai statusnya dan hal itu membuatnya merasa rendah dan kesepian.

Apa Hope hyung pernah berfikir tentang hal ini?

Aku melihat Kyunghee sangat bahagia saat ia bersama Hope Hyung, terlihat jelas ia benar-benar membutuhkan sosok yang bisa ia jadikan sandaran dan perlindungan, tapi sepertinya mereka berada dalam misi yang berbeda membuat hubungan itu tidak berjalan dengan baik.

Kyunghee sampai di sebuah halte dan menaiki salah satu bus secara acak, aku mengikutinya dan duduk di bangku belakang sementara ia duduk di deretan tengah, menaikkan kedua kakinya, memeluk lututnya. Bus yang sepi membuatku bisa dengan jelas mendengarkan suara isakan tangisnya yang tiada henti. Penumpang terus naik dan turun, berganti hingga bus yang kami naiki berhenti di penghujung rutenya memaksa Kyunghee untuk turun.

Aku tidak tahu di mana kami berada tapi yang jelas ini sudah cukup jauh mengingat sudah lebih dari dua jam kami menaiki bus. Angin malam yang berhembus dingin tidak menghentikan langkahnya, bahkan tubuhku mengigil karena ini sudah lewat tengah malam. Aku menatap arlojiku dan yakin subuh akan segera datang. Aku terus mengikutinya melewati jalan yang semakin sepi dan berujung pada sebuah dermaga kecil tempat para nelayan mengaitkan sampannya. Ia berdiri di ujung dermaga membiarkan angin yang berhembus sangat kencang membelai tubuhnya. Suara malam dan gemuruh ombak yang menghempas dermaga membuat kesenyapan terdengar riuh. Ia menengadah menatap langit yang kelam, bahkan bintang tak mau menghiburnya, tidakkah ini terlalu kejam?

Aku berdiri dalam jarak yang tidak terlalu jauh, membiarkan ia menikmati waktu kesendiriannya yang sepi. Lama ia menatap langit sebelum melepaskan pandangannya pada lautan tak bertuan, memeluk dirinya sendiri dalam tangisnya yang begitu pilu. Aku tidak bisa menyaksikan ini lebih lama lagi tapi aku tak berani mengganggunya, aku takut ia lebih marah.

Ia melangkah maju dan terus maju, berada pada tepi dermaga,

“KYUNGHEEEE!!!”

Aku berteriak keras, berlari kencang saat ia melompat pada lautan. Aku melempar tasku asal, mengabaikan ponsel dan arlojiku ikut melompat menyusulnya. Ia tidak mencoba untuk berenang, membiarkan gravitasi menariknya semakin dalam. Aku kesulitan menemukannya karena suasana yang gelap, hanya remang-remang cahaya lampu beberapa kapal yang masih menyala dari jarak yang cukup jauh menjadi petunjukku. Aku mencoba menemukannya berdoa ia tidak jatuh semakin dalam dan aku menemukannya tengah menikmati lautan yang membawanya semakin jauh, menariknya untuk tidak kembali ke daratan dan ia tidak keberatan dengan hal itu.

Aku meraih tangannya, berenang sekuat yang aku bisa membawanya kembali daratan.

****

Kyunghee pov

Aku rasa aku ingin menjadi bagian dari lautan karena sepertinya langit, bintang dan bulan tidak menginginkanku, mereka tak memberikan wajah yang indah saat aku menatapnya.

Aku melepaskan pandanganku pada lautan yang luas, mungkin lautan bisa memeluk diriku yang kesepian dan terbuang, tapi apa ia mau menerima aku yang tidak berguna ini?

Ombak yang berdebur berteriak keras padaku, mungkin aku bisa menjadi lebih tenang di dalam lautan dan tidak pernah kembali lagi ke daratan.

Aku lelah dengan kehidupan yang berat ini, apa lagi yang bisa aku pertahankan? Apa lagi yang bisa menjadi alasan untuk bertahan?

Aku sudah mencapai titik terendahku hingga ibuku bahkan tidak menginginkanku lagi, jadi apa yang bisa aku harapkan?

Aku sendiri, tidak tentu arah dan tidak berguna.

Aku benci pada daratan yang selalu menyiksaku dengan segala tuntutannya yang mengerikan, aku tidak sanggup melewati semuanya lebih lama lagi.

Mataku fokus pada lautan yang bergerak apik karena angin malam yang berhembus kencang.

Mungkin ada baiknya aku menghilang, persetan dengan dunia ini, aku tidak akan bertahan lagi.

Aku memejamkan mataku sebelum melompat ke dalam lautan yang sangat dingin. Jiwaku yang sudah kebas ini bahkan tak bisa merasakan bekunya lautan yang mungkin juga tidak terlalu suka dengan keberadaanku.

Air menyentuh seluruh tubuhku dan aku mencoba membiarkan nafasku terhenti, menutup mataku membiarkan semua omong kosong tentang kehidupan meninggalkanku satu persatu bersama dengan jiwa dan nafasku yang pergi.

Inilah ketenangan abadi…

Aku mulai mencoba meresapi kematian saat seseorang menarikku dan membawaku menuju daratan,

****

Ia sibuk mengacak tasnya mencari sesuatu sementara aku menatapnya penuh kebencian dan amarah, ia menggagalkan kematianku.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Aku menatapnya dengan dingin dan berhasil menghentikan kesibukannya pada tas ransel miliknya, membiarkan benda itu berada di tanah kemudian berjalan mendekat padaku.

“Apa kau gila?! Apa kau ingin mati?!”

Aku tidak pernah melihat Jimin marah seperti itu dan aku hanya bisa menatapnya bingung, bukankah seharusnya disini aku yang marah ?

“Iya, aku ingin mati. Dan apa urusanmu ikut campur pada kematianku?”

“Kyunghee…”

Fuck! aku lelah dengan semua drama ini.

“Aku tidak memintamu datang ke sini, sebaiknya kau pergi”

Aku berbalik meningalkannya dan memacu langkahku untuk kembali melompat namun kali ini ia berhasil menghentikanku.

Fuck jimin!!!! Berhenti mencampuri urusanku!!!”

“Aku tahu kau kecewa dengan dirimu sendiri, tapi apa tidak ada cara lain selain bunuh diri? Kau fikir ibumu akan senang saat mendapatkan berita kematianmu?”

Hah… dia masih berbicara tentang eomma.

“Ia tidak menginginkanku lagi, aku tidak punya alasan untuk hidup. Kau dengar sendiri apa yang ia katakan, aku bukan lagi putrinya”

“Kyunghee… ini bukan jalan terbaik. Masih ada banyak hal yang bisa kau lakukan”

“Apa lagi yang bisa aku lakukan? Hidupku kacau, semuanya berantakan… Aku kehilangan semuanya, harga diri dan keluargaku”

“Tapi kau tidak harus bunuh diri!”

Ia berteriak keras di depan wajahku dan aku bisa melihat air mata jatuh dipipinya.

Aku terdiam mendengarkan teriakannya dan terkejut dengan tangisnya, untuk apa ia menangisiku?

“Jimin… Kau bukan aku, kau tidak tahu apa yang aku rasakan dan kau tidak akan pernah mengerti”

Suaraku serak karena tangis sudah berada di keronkonganku, siap meluap dengan kerasnya namun aku masih mencoba untuk tetap tenang dalam kondisiku yang rapuh.

“Aku masih di sini, kau tidak melihatku?”

Aku tersenyum mengejek mendengarkan ucapannya yang lebih mirip sebuah lelucon.

“Jimin berhenti mengatakan hal bodoh, pergilah… biarkan aku sendiri. kau tidak perlu mengasihaniku, aku bukanlah sesuatu yang patut untuk dikasihani”

“Kenapa kau tidak pernah bisa mengerti? Kyunghee… aku tidak mengasihanimu, aku melakukan semua ini karena aku menyayangimu…”

Bullshit!!!!”

Ia menunduk dan menarik nafas dalam mendengarkan carutanku sebelum kembali menatapku.

“Aku pernah bilang, seseorang bisa jatuh cinta sangat dalam sehingga ia mau dan rela melakukan apapun untuk orang yang ia cintai meskipun mengorbankan dirinya sendiri”

“Persetan tentang cinta dan kasih sayang. Aku tidak percaya pada semua itu. Pergilah… Jangan buang-buang waktu dan tenagamu untuk orang seperti aku. Jimin… Kau pantas untuk seseorang yang jauh lebih baik”

“Aku tahu, aku tahu kau tidak akan pernah bisa mencintaiku sebanyak aku mencintaimu, kau tidak bisa menerimaku karena kau takut mengulangi kesalahan yang sama, aku tahu kau tidak akan membuka hatimu untukku. Tapi aku masih akan tetap seperti ini, meskipun kau membenciku dan tidak menginginkanku, aku hanya ingin tetap didekatmu”

“Apa kau tidak mendengarkanku? Aku… tidak membutuhkan siapapun”

Ia masih menangis di sana, menatapku dengan wajah memelasnya.

“Meskipun kau tidak akan pernah mau menerimaku, setidaknya biarkan aku berada di sisimu. Aku tidak peduli kau akan mencampakkanku, aku tidak peduli kau mencintai orang lain dan aku tidak peduli apa yang dunia fikirkan tentang dirimu. Aku mengenalmu dengan caraku dan bagiku kau satu-satunya orang yang bisa membuat jantungku remuk saat aku melihatmu menangis dan duniaku indah saat aku melihatmu tersenyum. Aku tau aku terdengar sangat bodoh, tapi aku tidak tahu cara lain agar bisa bertahan jika kau terus seperti ini. Ini lebih menyakitkan saat tidak melihatmu dan tidak mengetahui keadaanmu”

Jika saja keadaannya berbeda, aku akan berlari sangat kencang dan memeluknya. Laki-laki ini, dia lebih bodoh dariku.

“Jimin… Pergilah atau kau akan menjadi orang pertama yang melihat kematianku”

Ia mengacak rambutnya frustasi dan wajahnya memerah karena tangis sementara aku melanjutkan langkahku menjauh darinya semakin dekat dengan tepian dermaga.

“Aku tahu aku tidak cukup kuat menjadi alasan bagimu untuk tetap hidup, tapi apa kau benar-benar akan pergi dengan cara seperti ini? kau mungkin akan baik-baik saja setelah kematianmu tapi bagaimana dengan orang-orang yang kau tinggalkan? Kau fikir eommamu rela kau mati dengan cara seperti ini? Aku tidak bisa bayangkan bagaimana ia menjadi gila dan berfikir bahwa ialah alasan kematian putrinya. Lalu bagaimana dengan aku? Aku tahu aku mungkin bersikap egois, tapi ini akan lebih menyakitkan daripada kematian saat kau tidak ada lagi di sini. Aku mohon…. Jangan pergi, jangan tinggalkan aku. Apapun… Aku akan melakukan apapun untukmu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Meskipun perkataanku terdengar seperti omong kosong, setidaknya fikirkan lagi keputusanmu”

“Kyunghee… Apa aku benar-benar tidak berarti sedikitpun bagimu?”

Langkahku terhenti tepat saat tepian dermaga berada di ujung kakiku. Aku tidak tahu apa yang otakku lakukan tapi ia bekerja sangat keras dan perasaanku terguncang. Emosiku tak tentu arah dan aku larut pada hal tak menentu yang tiba-tiba menarik langkahku.

Kenapa?

He sounds like a home, the only thing that I need now…

Ia terdengar seperti bisikan surga yang memintaku untuk datang padanya, ia terasa seperti sesuatu yang bisa aku jadikan tempat kembali, ia seperti menawarkan ketenangan yang aku cari bahkan lebih ajaib dari lautan yang luas. Ia seperti mengeluarkan kekuatan magis hingga kakiku kaku dan tak bisa bergerak. Otakku bekerja sangat cepat dan logika memukul wajahku kuat memaksaku menyadari bahwa sesuatu yang aku cari bukanlah ketenangan lautan.

“Kyunghee…”

Bahkan saat namaku keluar dari mulutnya, terasa sangat berbeda.

Aku berbalik menatap Jimin yang berdiri hanya beberapa langkah dariku, kenapa ia lebih sakti dari lautan yang luas itu?

“Kau tidak sendirian…”

Dan aku tidak berniat memeluk lautan, aku memilih berlari padanya dan menghambur pada pelukannya yang lebih hebat dari samudra biru itu.

Yang aku butuhkan bukan lautan yang luas, tapi manusia ini yang selama ini aku inginkan, yang selama ini aku cari.

****

Aku selesai mengeringkan rambutku dan keluar dari kamar mandi mengenakan kaos longgar berwarna biru pekat milik Jimin. Kami beruntung karena di dalam tas ranselnya itu ada satu stel pakaian latihan yang tadi tidak jadi ia gunakan. Ia memakai celana pendeknya beserta dalaman kaos tipis tanpa lengan sedangkan aku memakai kaos longgarnya, kami harus berbagi pakaian karena bajuku dan bajunya basah kuyup.

Aku tidak tahu kami sedang berada di daerah mana, tapi yang jelas tempat ini cukup terpencil hingga tidak ada penginapan. Kami terpaksa menyewa sebuah rumah kecil milik warga yang tidak dihuni karena pemiliknya berada di luar kota, saudaranya yang di sini mengizinkan kami menyewa tempat ini dan beralibi bahwa kami pasangan suami istri.

Saat di Busan aku dan Jimin berpura-pura menjadi pasangan kekasih dan itu sudah cukup membuat semuanya menjadi kacau, sekarang kami berpura-pura menjadi pasangan menikah. Aku tidak tahu hal gila apa yang mungkin bisa terjadi nanti, aku tidak ingin memikirkannya sekarang, aku hanya ingin kabur dari semua kenyataan itu.

Tempat ini tidak luas, dengan sebuah ruangan utama yang bahkan tidak memiliki ranjang, hanya kasur lipat yang di tumpuk di salah satu sudutnya. Di tengah-tenga ruangan ada meja kecil dan karpet sementara dapur ada di sisi kamar mandi, ini mirip apartemenku saat aku masih bekerja sebagai pekerja paruh waktu.

Jimin sibuk dengan kegiatan memasaknya, aku tidak tahu apa yang ia lakukan hanya berdo’a semoga ia tidak membakar rumah ini. Aku menatap punggungnya yang terlihat begitu asik dengan kegiatannya, hah… Aku masih terus dihantui oleh pertanyaan besar yang selalu muncul setiap aku bersama Jimin,

Apa aku pantas untuk semua kebaikan dan kasih sayangnya?

Mian… aku hanya bisa memasak ramen”

Ia meletakkan sepanci kecil ramen di atas meja kemudian meletakkan dua mangkok kecil untuknya dan untukku, menyerahkan sepasang sumpit padaku.

“Kau pasti lapar… Makanlah”

Dan ia tersenyum dengan manisnya seperti biasa, bahkan keadaan yang buruk tak bisa merusak keindahan senyuman itu.

Aku dan Jimin makan dalam diam, aku bersumpah aku sangat lapar dan baru menyadarinya saat ramen menyentuh isi perutku. Ia tidak mengizinkanku membereskan peralatan makan setelah kami selesai sehingga aku hanya duduk di kasur lantai yang sudah aku bentangkan, tidak luas namun cukup untuk kami berdua. Mataku tertuju pada ponsel dan arloji miliknya yang basah kuyup dan di letakkan di sudut meja, aku tidak tahu apakah ponselnya masih bekerja, yang pasti jam mahal itu masih berdetak menandakan waktu masih berjalan dan pagi akan segera menjelang.

Jimin duduk di hadapanku memegang sebuah handuk kecil dan semangkok air hangat. Ia menyampirkan rambut yang menutupi sebagian wajahku, menatapku yang masih sangat kacau dengan ekspresinya yang meyakinkanku ia tidak menyukai pemandangan ini. Ia menghela nafas dengan berat sebelum membasahi handuk kecil itu, memegang wajahku dengan salah satu tangannya sementara tangan lain dengan handuk yang lembab oleh air hangat menyentuh pipiku.

Rasa perih yang luar biasa menyergapku, Bekas tamparan Nana dan eomma. Rasanya lebih menyakitkan saat mengingat bahwa lebam itu adalah torehan keterpurukkan diriku. Aku ingin menangis lagi merasakan kepedihan menyelimuti jiwaku namun aku tidak melakukannya. Meskipun jiwaku sangat gaduh, aku merasa begitu tenang di sini dengan laki-laki ini yang sibuk mengompres pipiku yang aku yakin sudah sangat memerah.

“Jimin… Sebaiknya kau kembali duluan… Ponselmu rusak, bagaimana jika menejer oppa mencarimu?”

Ia tersenyum manis sebelum berbaring di sebelahku, menarikku ke dalam pelukannya dan menyelimuti tubuh kami.

“Tidak usah memikirkan hal itu sekarang, apa gunanya aku punya 7 member? Mereka semua akan melindungiku”

“Kau sangat beruntung memiliki mereka”

“Kyunghee, kau hanya perlu percaya bahwa seseorang tidak akan mungkin membiarkanmu terluka sendiri selama kau mau membaginya. Dulu aku juga sepertimu, menyimpan semuanya seorang diri, tapi kemudian mereka menyadarkanku dan berkata bahwa selama aku percaya pada mereka, mereka tidak akan mengecewakanku”

Aku menenggelamkan wajahku di dadanya yang hangat sembari mendengarkan kalimatnya yang terdengar begitu merdu.

“Kau hanya perlu percaya padaku, maka aku tidak akan mengecewakanmu”

“Itu terdengar seperti rayuan yang sangat manis, meskipun meragukan aku akan mencoba meyakininya”

Ia terkekeh pelan dan aku bisa mendengarkan suara itu begitu keras di kupingku yang menempel di dadanya.

“Percuma saja aku merayumu, kau gadis keras kepala yang hanya percaya pada logika”

“Kau mungkin tidak tahu tapi sebenarnya aku sangat senang setiap mendengarkan kalimat-kalimat manis itu keluar dari mulutmu meskipun tidak semuanya benar”

“Jadi kau percaya?”

“Tidak semuanya…”

“Setidaknya ada…”

Dan kami kembali diam,

“Jimin…”

“Hmmm?”

“Aku tidak mau pulang…”

“Tidak usah fikirkan tentang pulang, itu urusan nanti”

Aku tahu itu hanya kebohongan karena semuanya akan kembali rumit saat hal tentang pulang dan pekerjaan memaksa kami menghentikan drama konyol ini. Tapi aku ingin mempercayai kebohongan kecil itu untuk saat ini demi hatiku yang masih sangat rapuh yang kini tengah menyatukan puing-puingnya yang hancur berantakan.

*****

Aku menatap wajah tidur Jimin yang begitu tenang, siang sudah menjelang dan aku masih disini berbaring di dalam pelukannya yang nyaman. Otakku berfikir keras tentang Jimin, berada di antara perasaan bersalah dan perasaan yang mengatakan aku membutuhkannya. Tentang sesuatu yang disebut kepantasan. Aku tidak mencintai Jimin sebanyak ia mencintaiku dan hal itu membuatku merasa bersalah, tapi aku tidak benar-benar memanfaatkan kasih sayangnya karena aku akan berusaha keras untuk menerimanya. Ini tidak akan berjalan dengan cepat namun secara perlahan aku ingin menerimanya.

Aku membuang segala hal tentang realita dan logika yang selama ini menguasai hidupku, menekanku dan meletakkanku di sudut ruang kesepian yang membuatku tak memiliki siapapun untuk menemaniku. Aku ingin menjadi manusia yang lebih berperasaan, lebih merasakan dan lebih menghayati dari segi yang berbeda. Tak selamanya perhitungan bisa berjalan sesuai rencana karena keadaan bisa berubah, lalu kenapa aku harus tunduk pada perhitungan dan kebenaran sementara ia tak selalu hakiki?

Cinta…

Orang bilang kau hanya bisa bersama dengan orang yang mencintaimu sebanyak kau mencintainya, lalu apa yang bisa aku lakukan jika ternyata orang yang aku cintai tidak mencintaiku seperti aku mencintainya? Apa aku harus menunggu seperti orang bodoh?

Aku mulai berdiri pada sudut pandang yang berbeda tentang cinta dan perasaan yang membuatku menyadari satu hal. Jika seseorang mau mencintaimu dengan tulus, lalu kenapa kau harus bersusah payah mengharapkan orang lain yang tidak bisa mencintaimu? Cinta tidak tentang perasaan menyukai tanpa alasan dan ingin selalu bersama. Tapi sesuatu yang bisa tumbuh jika kau pupuk dengan kasih sayang dan keyakinan. Kau fikir orang menikah karena mereka saling mencintai sejak awal hingga akhir? Tidak… Itu salah besar, mereka mengalami masa-masa di mana rasa cinta juga memudar dan kepercayaan mulai sirna, lalu bagaimana pasangan bisa bertahan hingga maut memisahkan? Alasannya adalah karena mereka terus memupuk cinta itu, meyakinkan diri mereka sendiri bahwa tidak akan ada yang bisa menjadi seperti pasangannya, yang mau menerima dirinya sebaik pasangannya.

Eomma yang memberitahuku tentang hal tersebut, awalnya aku berfikir berbeda. Aku fikir orang menikah karena mereka hanya hidup di bawah sebuah pola di mana menikah berada pada posisi penting dan harus dilakukan. Menikah untuk menjaga reputasi dan materi, menikah untuk tetap bisa memiliki alasan di masa depan. Hah… Sepertinya perasaanku sudah benar-benar tumpul selama ini, mungkin karena aku terlalu sibuk dengan dunia yang memaksaku berhenti untuk memperhatikan perasaan dan fokus pada semua hal berbau materi dan kekayaan, aku dihantui oleh ketakutan-ketakutan tentang masa depan yang kelam. Sepertinya aku berfikir terlalu jauh dan rumit, hidup tidak sepelik itu dan aku baru menyadarinya hari ini setelah 24 tahun aku hidup.

Morning princess

Aku terlalu sibuk dengan pemikiranku hingga tak menyadari seseorang dihadapanku sudah terbangun dan menyapaku dengan suara serak khas bangun tidurnya.

Kami berbaring, tidak berniat untuk bangun sedikitpun, posisi ini terlalu nyaman. Kami tidak berbaring di ranjang mewah yang memiliki balkon menghadap pada pemandangan indah, tidak berbaring pada sebuah mansion di tepi pantai atau kemewahan lainnya, bahkan aku tidak tahu kami di negeri antah berantah sebelah mana, tapi ini lebih tenang dari apapun.

Tangannya berada di pantatku memastikan aku benar-benar tidak mengenakan pakaian dalam.

“Kau tidak masuk angin? (Ada gitu orang korea masuk angin hahahahaha)”

YA!”

Aku memukul dadanya pelan dan ia terkekeh dengan suaranya yang manis seperti biasanya.

“Aku mungkin bisa mendapatkan sarapan yang berbeda pagi ini”

“Ini sudah tengah hari Jimin”

Ia manyun dan bibir merahnya mengurucut dengan ekspresi yang sangat imut, okey aku baru ingat dia adalah member paling cute di Bangtan.

“Padahal aku sengaja tidak bangun cepat-cepat”

Ia merengek seperti bocah dan aku tidak tahan dengan kelakuannya yang berhasil membuat aku tersenyum geli.

“Okey…”

“Okey?”

Aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku dan ia sudah menyahut duluan dengan wajah super mesumnya dan merubah posisinya menjadi menindihku.

“Aku belum selesai bicara Jimin…”

“Meskipun kau bicara panjang lebar, kita sama-sama tahu kemana semua ini akan pergi”

Ia berbicara tepat di telingaku dan sukses membuat wajahku memanas. Aku menggigit bibirku malu membiarkan ia mengecup lembut pipiku sebelum kembali menatap mataku. Rambutnya sangat kusut apalagi wajahnya yang kurang tidur itu, tapi entah kenapa ia terasa begitu mempesona dari sudut pandangku, sepertinya aku belum benar-benar bangun.

Ia mengecup puncak kepalaku sebelum menggigit hidungku lembut dan berakhir di bibirku.

“Jimin… Ini tengah hari, tidakkah sedikit aneh melakukan seks di tengah hari?”

“Aku tidak peduli, memangnya kau bisa tahan menunggu sampai malam? Masih sekitar 7 sampai 8 jam lagi”

Kemudian aku merasakan miliknya yang tertutup celana pendek menggesek pahaku yang tidak tertutup kaosnya,

“Adikku sudah tidak tahan…”

Aku tidak tahu apakah pasangan lain bisa seterbuka ini soal urusan intim karena biasanya orang-orang akan menggunakan kata-kata yang lebih manis atau romantic untuk menggoda pasangannya. Tapi Jimin tidak berniat melakukan hal itu dan mengatakan semuanya secara frontal membuat aku tak bisa mengontrol ekspresi wajahku yang ikut mesum seperti dirinya.

Suara decapan bibirku dan bibirnya memenuhi ruangan ini, di luar tidak terdengar suara kendaraan atau kebisingan, sesekali hanya suara tengah hari yang lengang yang diisi oleh bisingnya suara serangga atau kokokkan ayam. Bibirnya yang begitu lembut menyesap setiap sudut bibirku, manis dan tidak terburu-buru, benar-benar menikmati apa yang tengah ia lakukan padaku.

“Kyunghee…”

“Hmm….?”

“Aku ingin kau tahu satu hal…”

Ia menatapku dengan sangat serius dalam jarak yang sangat dekat.

“Aku menyentuhmu bukan hanya karena keinginan fisik dan naluri, aku ingin kau tahu bahwa aku membawa semua perasaanku pada setiap hal yang aku lakukan untukmu, this is not only about sex, I’m making love to you…”

Aku merasakan jantungku berhenti berdetak untuk sejenak dan pemikiranku kosong, fuck! Jimin! kenapa ia selalu mengatakan hal-hal yang membuat otak dan perasaanku bekerja tidak bersinergi?

Aku menatap sepasang mata itu yang berbinar dengan terang pada kalimatnya yang mengalir lembut dan hanya aku yang bisa mendengarkan keindahannya. Aku meremas kaos singlet yang ia kenakan merasa kakiku bersiap untuk membawaku berlari menuju awan.

Aku tidak pernah merasa dicintai sebanyak ini, kalimat itu terdengar seperti bualan romanatis pada sebuah potongan percakapan adegan film, tapi aku menerimanya seolah itu sebuah kenyataan hakiki yang bisa aku yakini dan percaya.

Aku tidak memiliki kalimat yang cukup untuk membalasnya dan masih terdiam meresapi kenyataan yang selama ini membuatku sedikit gamang untuk menerimanya, ketulusannya tidak bisa dibandingkan dengan apapun.

Aku menyentuh wajahnya dengan salah satu tanganku, tak bisa menyembunyikan senyumku sebelum mengangkat sedikit kepalaku untuk menciumnya, meraih bibirnya dengan bibirku, karena aku tahu jika aku mengatakan sesuatu, artinya tidak akan sesuai dengan apa yang ingin aku sampaikan, because action speaks louder than words.

Aku merasakan ia ikut tersenyum bersamaku, membalas ciumanku dengan manisnya. Aku tidak pernah berciuman selama ini hingga bibirku kebas namun tidak ada aksi terburu-buru dan hasrat berlebihan, semuanya mengalir begitu saja.

Aku masih mengatur nafasku saat ia berpindah pada rahangku bergerak lembut menuju leherku. Mataku mengawang pada langit-langit ruangan saat kecupan-kecupan basahnya menyentuh beberapa bagian leherku, aku bahkan tidak akan keberatan jika ia meninggalkan jejak di sana, tapi sepertinya Jimin masih memiliki akal sehatnya sehingga ia memastikan tidak memberi tanda apapun di leherku.

“Hah…”

Nafasku semakin tak teratur saat tangannya mulai menyentuh seluruh bagian tubuhku yang hanya di balut sehelai kaos miliknya. tidak butuh usaha yang banyak untuk melepaskanku dari kaos sederhana itu karena dengan satu tarikan aku benar-benar sudah tidak mengenakan apapun.

“Hmnggg….”

Aku mendengar suara berisik dari mulutnya dengan salah satu payudaraku dan tanganku bergerak gelisah menemukan miliknya.

“Hngggmmmm…”

Ia mengerang saat tanganku menyentuh miliknya yang masih terbalut celana, okey… ia mungkin sudah tidak tahan karena sudah benar-benar siap.

Ia melepaskan seluruh pakaiannya dan menarik tubuhku di atas tubuhnya pada posisi wajahku di miliknya dan wajahnya ada di milikku. Oh god! Ini sangat memalukan…

Aku ingin protes tapi ia sudah terlebih dahulu memukul pantatku lembut memaksa aku membuka kedua kakiku di depan wajahnya.

Fuck! Jimin….hhmmm….”

Aku merasakan ujung lidahnya menyentuh milikku, menjilat dari atas ke bawah dan aku bisa melihat miliknya mulai berkedut. Satu Tanganku meremas ujungnya sedangkan tangan yang lain ada di dua bola miliknya dan aku mulai memberi pijatan lembut di sana sementara ia sibuk di bawahku dengan mulutnya di milikku.

“Hmm….”

“Shhhh….”

Lidahnya menusuk ke dalam tubuhku membuat aku mengerang dan meremas miliknya kuat. Okey ini tidak akan cukup hanya dengan tangan.

Shit!!!”

Aku mendengarkan suara umpatannya saat aku menelan miliknya semampuku, bergerak dari atas ke bawah berusaha agar benar-benar bisa mengulum semuanya.

“Hmmm….”

“Nggghhmmmm”

“Hmmm….”

Aku menggerakkan kepalaku naik dan turun menghisap miliknya dengan milikku dan kami mulai benar-benar kehilangan logika.

“Hngggmmm….”

“Hmmm….”

Secara tibat-tiba ia memasukkan dua jarinya bergerak cepat di dalam tubuhku sementara mulutnya ada di klitorisku sesekali menggigit. Fuck! he is so damn good!

“Ahhhmmmm….”

Mulutku terlepas dari milik Jimin karena ia memacu jarinya lebih cepat membuat tubuhku bergetar hebat.

“Ahh… Jimin… ah… ahhh….”

“Haaaahhh….”

Aku terengah-engah sementara ia sibuk menjilat sisa-sisa cairan orgasme di tubuhku, mengisapnya seolah ia tengah meminum sesuatu. Ini seperti melakukan adegan film yadong.

Jimin bangun dari posisi berbaringnya memaksa aku untuk mengikutinya, merubah posisiku menjadi duduk di atas pangkuannya. Aku berniat meraih miliknya lagi karena rasanya sedikit tak adil untuknya sebab ia belum mencapai puncaknya sedangkan aku di hempaskan dengan kuat oleh gelombang orgasme.

No beibh… I wanna come inside you…”

Fuck!!!!! fuck!!!!

Bahkan mendengarkannya bicara saja aku sudah kembali keram.

Ia mulai dengan kembali menciumku panas dan membaringkan tubuhku kembali di kasur lantai yang tidak terlalu luas, yang jelas selimut kami sudah terbuang jauh bersama tumpukan semua pakaian milikku dan Jimin yang meninggalkan kami tidak tertutup apapun.

“Tatap mataku…”

Kalimatnya berhasil menarik perhatianku yang mengawang pada langit-langit ruangan, masih merasa gugup. Aku mengikuti sarannya, menatap matanya dan jemarinya menaut pada ruas-ruas jemariku di kedua sisi kepalaku.

“Hah…”

Ia mengunci pandanganku saat miliknya yang sudah benar-benar keras dan bahkan sudah mengeluarkan pre-cum mulai memasuki tubuhku dengan sangat perlahan. Ia menikmati momennya saat rahimku sedikit-demi sedikit menarik tubuhnya, menghisapnya ke dalam tubuhku memberikan sensasi luar biasa. Aku ingin mengeluarkan segala carut marut yang ada di dunia ini dari mulutku, tapi yang ada aku hanya terdiam, terpana pada wajah tampan dan seksinya yang kini tengah menyetubuhiku.

“Hmm…ngghhh…”

Ia bergerak dengan pelan, sedikit memutar dan aku mungkin bisa datang hanya dengan hal itu.

“Shhhhh…hah…Jimin…”

Yes Kyunghee… hah…”

Ia meremas jemariku tidak tahan oleh gesekan tubuh kami yang semakin cepat sesuai dengan hantamannya di tubuhku.

Please…”

Aku tidak tahu kenapa aku memohon, tapi aku benar-benar melakukannya. Rasanya ini terlalu nikmat dan aku memohon agar ia tidak berhenti.

Ia menanggapi permohonanku seperti sebuah harapan untuk sesuatu yang lebih hebat dan ia menghantamku lebih kuat dan cepat.

“AAAAAaAAhhhhh…”

Aku berteriak keras dan mulai bersuara tidak karuan, seperti orang gila atau orang yang mabuk. Aku tidak bisa mengendalikan suara dan otakku, aku pasrah pada apapun yang Jimin lakukan padaku.

“Kyungheee… grrmmmm”

Ia mengerang karena milikku yang terus berkedut membuat miliknya semakin sempit di sana,

Push in….

“ahhh…”

Pull out

“Shhh….”

Push in

“Hahhh…”

Pull out

“aahnnmmmm…”

Push in harder

Fuck!!!”

Pull out faster

Shit!!!”

Push in stronger…

“Haaaaaaaaahhhh….”

Leave a comment